
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol mengingatkan bahwa pengelolaan buruk sektor perkebunan menjadi pemicu utama masalah lingkungan. (Foto: kemenlh.go.id).
Jakarta, HAISAWIT – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyoroti persoalan kerusakan lingkungan akibat pengelolaan perkebunan yang tidak sesuai standar. Menteri Hanif Faisol Nurrofiq menyampaikan hal ini dalam kunjungan kerja ke Riau dan Sumatera Barat bersama pelaku industri sawit.
Dalam keterangannya, Menteri Hanif menyebut bahwa perkebunan yang tidak dikelola dengan baik bisa menjadi penyumbang utama pencemaran lingkungan.
Menteri Hanif menilai tata kelola yang lemah berkontribusi terhadap perubahan iklim, kerusakan ekosistem, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Pemerintah mengingatkan bahwa praktik usaha di sektor perkebunan harus disertai dengan penerapan teknologi yang ramah lingkungan. Sejumlah perusahaan dinilai telah mulai mengambil langkah nyata ke arah tersebut.
Salah satu contoh yang disebut Menteri Hanif adalah PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV). Perusahaan ini dinilai mampu menunjukkan pengelolaan yang memperhatikan aspek keberlanjutan.
“Perkebunan yang dikelola dengan buruk dapat menjadi penyumbang utama kerusakan lingkungan. Namun, dengan penerapan teknologi yang tepat, sektor ini juga bisa menjadi solusi, seperti yang telah ditunjukkan oleh PTPN IV,” ujar Menteri Hanif, dikutip dari laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup – BPLH, Senin (26/05/2025).
PTPN IV saat ini telah mengoperasikan tiga unit Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) dengan kapasitas total mencapai 5,3 megawatt. Energi tersebut dihasilkan dari pengolahan limbah cair kelapa sawit (POME).
Selain itu, perusahaan milik negara tersebut juga menjadi pelaku pertama dalam perdagangan karbon domestik yang resmi diluncurkan pada September 2023. Bahkan pada awal 2025, PTPN IV turut serta dalam peluncuran pasar karbon internasional.
Langkah tersebut membuka peluang baru dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. PTPN IV juga mengantongi berbagai sertifikasi keberlanjutan seperti Rainforest Alliance dan ISPO di lebih dari 100 unit usaha.
“PTPN IV adalah contoh nyata bahwa sektor perkebunan dapat memberikan kontribusi besar terhadap pengurangan dampak perubahan iklim,” tambah Menteri Hanif.
Ia berharap langkah PTPN IV mendorong pelaku industri lainnya untuk melakukan hal serupa. Perubahan iklim disebut tidak akan terkendali bila hanya bergantung pada regulasi tanpa dukungan langsung dari pelaku usaha.
“Kami berharap inisiatif seperti ini dapat menginspirasi lebih banyak perusahaan untuk mengikuti jejak mereka dalam mendukung keberlanjutan lingkungan,” lanjut Menteri Hanif.
Sejalan dengan hal itu, diketahui pemerintah juga memperkuat kredibilitas pasar karbon Indonesia melalui kerja sama dengan Gold Standard Foundation. Kolaborasi ini memungkinkan sertifikasi karbon Indonesia diakui di tingkat global melalui mekanisme pengakuan mutual (MRA).***