GAPKI Sebut Banyak Pengusaha Sawit Menunda Replanting Meski Tanaman Sudah Melewati Usia Produktif

Beberapa pengusaha sawit yang tergabung dalam GAPKI masih menunda proses replanting meskipun tanaman sawit mereka sudah melewati usia produktif. GAPKI menekankan pentingnya replanting untuk menjaga keberlanjutan produksi dalam jangka panjang, meski ada penurunan produktivitas sementara selama proses tersebut.

BERITA

Arsad Ddin

1 Mei 2025
Bagikan :

Seminar Rapat Kerja Nasional ASPEKPIR di Jakarta pada Jumat (25/04/2025). (Foto: Doc. GAPKI).

Jakarta, HAISAWIT – Banyak pengusaha sawit yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) masih menunda proses replanting meskipun tanaman sawit mereka sudah melewati usia produktif. Hal ini dibahas dalam rangka Rapat Kerja Nasional ASPEKPIR di Jakarta, Selasa (29/4/2025).

Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, mengatakan bahwa beberapa anggota GAPKI enggan melakukan replanting meskipun usia tanaman sudah lebih dari 25 tahun. Mereka merasa tanaman tersebut masih dapat menghasilkan meski produktivitasnya menurun.

“Beberapa anggota masih enggan replanting karena merasa pohonnya masih bisa menghasilkan, walaupun sudah tua dan produktivitasnya jelas menurun,” ujar Eddy Martono, dikutip laman GAPKI, Kamis (01/05/2025).

Alasan ini sering juga diajukan oleh petani sawit rakyat. Namun, Eddy optimis para pengusaha akan segera memahami pentingnya replanting untuk menjaga keberlanjutan produksi.

Eddy menegaskan bahwa meski replanting menurunkan produktivitas sementara, kebun yang diremajakan akan menghasilkan lebih baik setelah 2 hingga 2,5 tahun.

“Investasi replanting ini justru sangat menguntungkan dalam jangka panjang,” tegasnya.

Menurut GAPKI, hampir semua anggotanya melakukan replanting sebesar 4-5% setiap tahun dari kebun yang waktunya diremajakan. Langkah ini penting untuk memastikan keberlanjutan produksi sawit.

Namun, beberapa pengusaha masih menunda replanting karena mempertimbangkan biaya dan risiko. Hal ini bisa berdampak buruk pada produksi mereka di masa depan.

“Kalau tidak disiplin replanting, mereka sendiri yang akan mengalami masalah ke depannya karena produksi bisa jatuh,” ujar Eddy.

Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) juga mengalami kendala, dengan realisasi yang jauh di bawah target. Pada 2024, hanya 38.244 hektare yang direalisasikan, meskipun targetnya 180.000 hektare per tahun.

Pemerintah telah meningkatkan dana PSR, namun tantangan masih ada. Keengganan petani menebang pohon yang tampak produktif dan masalah administratif menjadi hambatan utama.

GAPKI berharap sektor swasta tetap konsisten dalam replanting. Ini penting agar produktivitas sawit tetap optimal di masa depan.

Namun, sektor PSR membutuhkan upaya lebih keras untuk memastikan keberhasilannya. Kolaborasi antara pemerintah dan industri sangat penting untuk mendukung program ini.

Bagikan :

Artikel Lainnya