PN Pulau Punjung menyelesaikan kasus pencurian sawit dengan pendekatan keadilan restoratif dan musyawarah adat, melibatkan tokoh masyarakat untuk mendamaikan terdakwa dan korban secara kekeluargaan.
Arsad Ddin
6 Juni 2025PN Pulau Punjung menyelesaikan kasus pencurian sawit dengan pendekatan keadilan restoratif dan musyawarah adat, melibatkan tokoh masyarakat untuk mendamaikan terdakwa dan korban secara kekeluargaan.
Arsad Ddin
6 Juni 2025Dharmasraya, HAISAWIT – Pengadilan Negeri Pulau Punjung memutus perkara pencurian sawit dengan pendekatan keadilan restoratif. Kasus tersebut melibatkan terdakwa Muhammad Yusuf dan korban bernama Hariyanto.
Perkara ini diselesaikan melalui mekanisme musyawarah adat dengan melibatkan tokoh masyarakat. Proses damai berlangsung di hadapan majelis hakim dan aparat kenagarian setempat.
Dilansir laman MARINews Mahkamah Agung, Jumat (06/06/2025), kasus ini terdaftar dengan nomor perkara 57/Pid.B/2025/PN Plj. Kerugian korban mencapai 846 kilogram tandan buah segar.
Nilai kerugian ditaksir sebesar Rp2.697.000,00 berdasarkan harga sawit setempat. Jumlah itu dituangkan dalam dokumen perdamaian tertanggal 20 Mei 2025.
Persidangan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dedy Agung Prasetyo bersama dua hakim anggota. Proses damai turut disaksikan langsung di ruang sidang.
Tokoh adat yang hadir yaitu Kepala Jorong Bukit Makmur, Gunawan Setiadi. Ia menjembatani musyawarah antara korban dan terdakwa.
Terdakwa mengakui perbuatannya di hadapan majelis hakim. Ia juga menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada korban.
Korban bersedia memaafkan tanpa menuntut ganti rugi. Perdamaian berjalan secara kekeluargaan dan diakui secara hukum serta sosial.
Musyawarah ini mengacu pada nilai adat Minangkabau. Prinsip ‘adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah’ menjadi dasar penyelesaian.
Majelis Hakim menganggap perkara telah memenuhi unsur keadilan restoratif. Tidak ada potensi konflik lanjutan antar kedua pihak.
Meskipun damai tercapai, terdakwa tetap dijatuhi hukuman. Vonis empat bulan penjara dibacakan pada 4 Juni 2025.
Putusan itu setara dengan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum. Hukuman tetap dijatuhkan sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum.
Langkah ini sejalan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024. Aturan tersebut memberi ruang pendekatan pemulihan sosial dalam perkara pidana ringan.
Istilah “ninja sawit” merujuk pada pelaku pencurian TBS di malam hari. Fenomena ini cukup marak di wilayah perkebunan.***