Pakar IPB University: Serangga Penyerbuk Jaga Produktivitas Sawit Hingga 80 Persen

Prof. Purnama Hidayat dari IPB University mengungkapkan bahwa keberadaan serangga penyerbuk sangat menentukan produksi sawit. Tanpa serangga ini, produksi bisa turun drastis hingga 80 persen di kebun sawit.

BERITA

Arsad Ddin

3 Juni 2025
Bagikan :

Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Prof. Purnama Hidayat. (Foto: ipb.ac.id)

Bogor, HAISAWIT – Serangga penyerbuk berperan vital dalam menjaga produktivitas kelapa sawit di Indonesia. Tanpa kehadirannya, potensi penurunan produksi bisa mencapai 70 hingga 80 persen.

Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Prof. Purnama Hidayat, dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University, Jumat (31/05/2025).

Menurutnya, kontribusi serangga penyerbuk tidak bisa diabaikan, terutama dalam ekosistem perkebunan kelapa sawit yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

“Kelapa sawit tanpa kehadiran serangga penyerbuk akan mengalami penurunan produksi hingga 70-80 persen,” ujar Prof. Purnama, dikutip dari laman IPB University, Selasa (03/06/2025).

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa dari total nilai produksi sawit nasional sebesar Rp440 triliun per tahun, sebanyak Rp300 triliun di antaranya bergantung pada keberadaan serangga penyerbuk.

Ia menilai, Indonesia memiliki keuntungan ekologis karena serangga penyerbuk alami masih bisa ditemukan di banyak kawasan kebun sawit nasional.

Sebagai perbandingan, negara lain seperti Malaysia harus mendatangkan serangga khusus dari Afrika untuk menjamin keberhasilan penyerbukan.

“Karena asal tanaman kelapa sawit sendiri dari Afrika, serangganya pun dibawa dari sana,” tambah Prof. Purnama.

Selain itu, ia menekankan bahwa pekerjaan penyerbukan secara manual sangat tidak efisien jika dilakukan pada skala industri perkebunan seperti di Indonesia.

“Jika tidak ada serangga, maka penyerbukan harus dilakukan secara manual, sebuah pekerjaan yang hampir mustahil mengingat jutaan hektar kebun sawit tersebar di seluruh Indonesia,” tuturnya.

Sementara itu, Prof. Purnama juga mengungkapkan bahwa peran serangga bukan hanya terbatas pada penyerbukan. Dalam konteks pertanian modern, serangga mulai dipertimbangkan sebagai pengendali hayati dan sumber protein alternatif.

Menurutnya, organisasi pangan dunia FAO sudah mengakui serangga sebagai solusi pangan berkelanjutan.

“Food and Agriculture Organization (FAO) bahkan telah menyatakan bahwa serangga adalah sumber protein paling murah dan efisien secara energi,” ucapnya.

Dalam beberapa praktik pertanian, pemanfaatan serangga predator telah terbukti menurunkan kebutuhan insektisida secara signifikan.

Ia mencontohkan sebuah perusahaan gula di Lampung yang berhasil memangkas penggunaan insektisida hingga 80 persen dengan mengandalkan serangga pengendali alami.

Lebih lanjut, Prof. Purnama juga menyebut bahwa konsumsi serangga di masa depan bukanlah hal yang tidak mungkin.

“Mungkin saat ini kita menganggap makan serangga aneh, tapi 20-30 tahun lagi, bisa jadi itu hal biasa,” ujarnya.

Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya pemahaman ulang terhadap posisi serangga dalam sistem pertanian modern.***

Bagikan :

Artikel Lainnya