Gapki mendesak pemerintah menunda pajak ekspor CPO karena tekanan geopolitik dan fluktuasi pasar global. Industri sawit dinilai berperan penting menjaga stabilitas ekonomi nasional saat situasi dunia tidak menentu.
Arsad Ddin
30 Mei 2025Gapki mendesak pemerintah menunda pajak ekspor CPO karena tekanan geopolitik dan fluktuasi pasar global. Industri sawit dinilai berperan penting menjaga stabilitas ekonomi nasional saat situasi dunia tidak menentu.
Arsad Ddin
30 Mei 2025Jakarta, HAISAWIT – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah menunda penerapan pajak ekspor crude palm oil (CPO).
Gapki menilai gejolak global dan konflik geopolitik memberi tekanan besar pada ekspor sawit Indonesia. Kebijakan fiskal yang tepat dinilai penting menjaga stabilitas sektor tersebut.
Desakan penundaan pajak ekspor muncul seiring kondisi pasar ekspor yang berubah cepat. Dua negara tujuan utama ekspor, India dan Pakistan, sedang mengalami ketegangan diplomatik.
Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, menyampaikan pandangannya terkait kondisi terkini industri sawit nasional.
“Kami meminta pemerintah mempertimbangkan penundaan pajak ekspor. Situasi global berubah sangat cepat, dan jika pasar terganggu, dampaknya akan sangat signifikan bagi sektor domestik,” ujar Eddy dalam Forum Andalas V 2025, dikutip dari laman Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Jumat (30/05/2025).
Menurut Eddy, tekanan global tidak boleh mengganggu kelangsungan industri yang melibatkan jutaan tenaga kerja. Ia menyebut perlunya kebijakan pemerintah yang adaptif terhadap dinamika ini.
“Industri ini bukan hanya penyumbang devisa, tapi juga mata pencaharian jutaan petani dan pekerja. Momentum ini harus dijaga agar tidak goyah,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Penyaluran Dana BPDPKS, Mohammad Alfansyah, turut menyampaikan peran penting sawit bagi perekonomian nasional.
“Kelapa sawit adalah sektor vital yang menopang perekonomian, terutama saat tekanan global meningkat. Kami berkomitmen memperkuat daya saing dan menjaga keberlanjutan industri ini, dari hulu ke hilir,” ucap Alfansyah.
Dalam forum tersebut juga hadir perwakilan dari Kementerian Pertanian yang memberikan pandangan soal strategi nasional sektor perkebunan.
Dirjen Perkebunan, Heru Tri Widarto, mengatakan perlunya kerja sama lintas pihak menghadapi dampak proteksionisme dan kampanye negatif dari luar negeri.
“Respon cepat dan kolektif sangat diperlukan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap sektor sawit nasional,” ucap Heru.
Sebagai informasi, Forum Andalas V menjadi ruang diskusi antara pelaku industri sawit, pemangku kebijakan, serta lembaga pengelola dana sektor ini.
Topik utama dalam forum tersebut mencakup stabilitas ekspor sawit, biodiesel, dan program peremajaan sawit rakyat (PSR).
Isu pajak ekspor mencuat setelah harga global sawit cenderung fluktuatif akibat konflik dan tekanan kebijakan negara importir.***