Buruh Sawit Rentan Kriminalisasi, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Soroti Minimnya Perlindungan Hak Asasi

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) mengungkapkan buruh sawit rentan kriminalisasi dan kekerasan saat memperjuangkan hak mereka. Pengawasan dan perlindungan yang minim jadi masalah utama.

BERITA

Arsad Ddin

1 Mei 2025
Bagikan :

Octania Wynn, peneliti Elsam, berbicara dalam Dialog Bersama RRI Medan yang disiarkan langsung, Selasa (29/4/2025). (Foto: RRI/Tri)

Medan, HAISAWIT – Buruh sawit masih menghadapi ancaman kriminalisasi dan kekerasan saat memperjuangkan hak-hak dasar mereka. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyampaikan hal ini dalam Dialog Bersama RRI Medan, Jumat (25/04/2025).

Elsam menyoroti perlindungan hak buruh sawit yang masih sangat minim. Banyak buruh yang berada dalam situasi rentan, terutama ketika menuntut hak dasar seperti kenaikan gaji.

Menurut peneliti Elsam, Octania Wynn, kondisi ini sudah berlangsung lama.

“Ketika seorang buruh menuntut kenaikan gaji atau hak-hak dasar, mereka bisa mengalami kriminalisasi, intimidasi, hingga kekerasan. Tak jarang, ada kasus-kasus kematian yang mencurigakan,” ujar Wynn, dikutip dari laman rri.co.id, Kamis (01/05/2025).

Buruh di sektor perkebunan kelapa sawit sering kali kesulitan dalam memperjuangkan hak-haknya. Mereka menghadapi banyak hambatan, terutama dari segi aksesibilitas dan kekuatan mereka dalam menyuarakan permasalahan yang ada.

Lokasi perkebunan yang terisolasi menjadi salah satu tantangan besar.

“Namun buruh sawit punya karakteristik khusus. Lokasi kerjanya jauh dan sulit diakses, sementara sistem kerjanya berat, dari penanaman, pemanenan, sampai perawatan. Mereka kerap tidak mendapatkan hak-hak dasar seperti alat pelindung diri,” tambah Octania.

Elsam juga mencatat bahwa kekerasan terhadap buruh sawit tidak hanya terjadi di satu wilayah.

“Pelanggaran hak ini ditemukan di berbagai wilayah penghasil sawit besar seperti Sumatera, Papua, dan Kalimantan,” ujar Wynn.

Pemerintah, menurut Elsam, seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap perlindungan hak buruh sawit. Undang-Undang Ketenagakerjaan seharusnya menjadi dasar perlindungan bagi mereka.

Namun, dalam prakteknya, buruh sawit sering kali merasa terabaikan oleh negara.

“Kita melihat bahwa pengawasan masih minim, perlindungan masih lemah, dan perhatian negara belum merata. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal kemanusiaan,” ungkapnya.

Elsam juga menyarankan adanya peningkatan peran organisasi masyarakat sipil dan media dalam mengadvokasi hak-hak buruh. Hal ini penting untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi buruh sawit.

Perusahaan-perusahaan sawit diminta untuk lebih serius dalam menerapkan prinsip-prinsip yang melindungi hak-hak buruh, seperti yang sudah disarankan oleh berbagai forum, termasuk RSPO.***

Bagikan :

Artikel Lainnya