Diskusi UGM dan KOBI menyoroti implikasi perluasan sawit, menyerukan kolaborasi dan pendekatan berbasis sains untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan
Arsad Ddin
12 Januari 2025Diskusi UGM dan KOBI menyoroti implikasi perluasan sawit, menyerukan kolaborasi dan pendekatan berbasis sains untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan
Arsad Ddin
12 Januari 2025Perkebunan Kelapa Sawit (Foto: ugm.ac.id)
Jakarta, HAISAWIT – Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) mengadakan diskusi mendalam mengenai implikasi perluasan perkebunan kelapa sawit terhadap keberlanjutan lingkungan dan sosial di Indonesia.
Diskusi ini menjadi respons atas wacana perluasan perkebunan sawit yang dinilai dapat memberikan dampak besar bagi ekosistem dan masyarakat. Dalam diskusi tersebut, para pakar menyoroti perlunya pendekatan berbasis sains dan regulasi yang ketat untuk memastikan keberlanjutan.
Dekan Fakultas Biologi UGM sekaligus Ketua KOBI, Prof. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc., Ph.D., menyampaikan pentingnya memperhatikan keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Menurutnya, perluasan sawit yang tidak terkendali dapat memperburuk deforestasi dan mengancam biodiversitas.
Dalam diskusi tersebut, KOBI menekankan pentingnya konsistensi pemerintah dalam menjalankan regulasi yang ada, termasuk Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang penghentian pemberian izin baru untuk kawasan hutan primer dan lahan gambut. Regulasi ini telah berhasil melindungi lebih dari 66 juta hektar hutan dari kerusakan.
Selain itu, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2023 juga menjadi landasan penting untuk memastikan pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan pelestarian keanekaragaman hayati. Menurut Prof. Budi, regulasi ini harus menjadi acuan dalam setiap kebijakan baru yang berdampak besar pada lingkungan.
“Dengan begitu maka dapat diprediksi dampak dari kebijakan baru, baik bagi kepentingan masyarakat, lingkungan dan ekonomi secara nasional,” terangnya, seperti dilihat pada laman resmi UGM, Sabtu (11/01/2025).
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversity terbesar di dunia. Dengan kawasan hutan tropis yang luas, Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global.
Namun, rencana ekspansi perkebunan sawit dinilai dapat mengancam keanekaragaman hayati, terutama di wilayah hutan primer. Perkebunan sawit monokultur sering kali tidak mampu mendukung kehidupan satwa liar, sehingga mengurangi populasi flora dan fauna yang dilindungi.
KOBI juga mengingatkan bahwa kelestarian hutan tidak hanya penting bagi ekosistem, tetapi juga bagi masyarakat yang bergantung pada hutan. Terdapat lebih dari 16 juta keluarga tani yang tinggal di sekitar kawasan konservasi. Perlindungan hutan akan berdampak langsung pada keberlanjutan hidup mereka.
“Karena itu kelestarian hutan berdampak langsung pada keselamatan jutaan keluarga tani,” pungkasnya.
Sebagai penutup, UGM dan KOBI menyerukan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, dan praktisi untuk memastikan kebijakan perluasan sawit dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Pendekatan berbasis sains dan konsultasi dengan berbagai pihak menjadi langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan dengan tetap mendukung pembangunan ekonomi.***